HAM
didasarkan atas rasa kemanusiaan, sejahat apapun orang tersebut pasti
memiliki rasa kemanusiaan. Begitupula para pegiat HAM yang memiliki rasa
kemanusiaan berlebih daripada manusia lainnya.
Ketika
ada orang yang dianiaya dan tidak mendapatkan keadilan sesuai dengan
haknya, pegiat HAM akan segera membela. Tapi hal ini berbeda jika yang
dianaya dan tidak mendapatkan keadilan adalah aparat negara, baik itu
TNI ataupun Polri.
Ketika
gencar penayangan film Goodbye Indonesia pada 31 Januari 2012 yang
memberikan pencitraan negatif terhadap aparat di Papua, pegiat HAM
secara serempak mengatakan bahwa aparat terlalu tegas, padahal film
tersebut hanya rekayasa.
Adanya
kasus penyerangan aparat pada 21 Februari 2013 memberikan bukti nyata
bahwa OPM telah melakukan pelanggaran HAM. Nah, sekarang pertanyaan yang
muncul, kemana pegiat HAM yang memiliki rasa kemanusiaan berlebih?
Apakah sengaja tidak membaca berita, atau menutup mata terhadap
informasi terhadap kejadian ini?
Sungguh
tidak adil rasanya jika aparat yang rela meninggalkan keluarga demi
membela dan keamanan di Papua tidak mendapatkan keadilan dari HAM yang
sepadan dengan apa yang dikorbankan. Pegiat HAM berkoar-koar menyerukan
adanya keadilan HAM di Papua, seketika diam dan tutup telinga terhadap
hal ini.
Tentunya
tidak semua pegiat HAM itu tutup mata, pasti ada segelintir pegiat yang
membuka mata tetapi tidak berani menyuarakan aspirasinya karena
mendapatkan tekanan dari berbagai pihak yang sengaja melakukan pembiaran
terhadap penyerangan aparat di Papua.
Pegiat
HAM yang “katanya” memiliki rasa kemanusiaan yang berlebih, seketika
menjadi makhluk yang tidak memiliki rasa. Silahkan anda imajinasikan
sendiri makhluk apakah itu.
Saya
sebagai warga Negara yang menginginkan adanya perdamaian di Indonesia
hanya menginginkan keadilan bagi semua orang tanpa memandang siapapun
dia, apapun jabatannya, dimanapun bekerja.
Sumber : http://hankam.kompasiana.com/2013/02/22/tni-dan-masyarakat-ditembak-opm-pegiat-ham-dimana-530993.html
0 komentar:
Posting Komentar